Ia (perawi) berkata, "Al Mundzir Al Asyaj masih menunggu hingga tempat pakaiannya tiba, lalu ia kenakan pakaiannya tersebut.
Setelah itu ia datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau lantas bersabda kepada Al Mundzir: "Sesungguhnya engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya; santun dan sabar."
Al Mundir bertanya, "Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?"
beliau menjawab: "Allah yang memberikan itu kepadamu."
Al Mundzir berkata, "Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan rasul-Nya."
HR. Abu Daud, Kitab Al-Adab, Bab Fi Qublati Ar-Rijli 5225. Al-Albani menghasankan hadits ini tanpa tambahan kaki (mencium kaki Beliau)
Kedua:
Ketiga:
Sungguh kita telah lari dari peperangan dan kita kembali dengan kemurkaan. Lalu kami katakan; kita akan masuk Madinah kemudian kita tinggal padanya dan pergi sementara tidak ada seorangpun yang melihat kita. Kemudian kami masuk Madinah, lalu kami katakan; seandainya kita menyerahkan diri kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, apabila kita mendapatkan taubat maka kita tinggal di Madinah dan seandainya tidak demikian maka kita akan pergi.
Ibnu Umar berkata; kemudian kami duduk menunggu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebelum Shalat Subuh. Kemudian tatkala beliau keluar maka kami berdiri menuju kepadanya dan kami katakan; kami adalah orang-orang yang melarikan diri. Lalu beliau menghadap kepada kami dan berkata: "Tidak, melainkan kalian adalah orang-orang yang kembali berperang." Ibnu Umar berkata; kemudian kami mendekat dan mencium tangan beliau. Lalu beliau berkata: "Kami adalah kelompok orang-orang muslimin."
HR. Abu Daud, Kitab Al-Jihad Bab Fi At-Tawalli yauma Az-Zahfi no.2647. Didhoifkan oleh Al-Albani
Syaikh Al-Albani membolehkan mencium tangan orang alim atau yang semisalnya dengan syarat:
1. Itu tidak dijadikan kebiasaan, di mana orang alim tabiatnya menjulurkan tangan kepada murid-muridnya, dan mereka tabiatnya bertabarruk dengan itu.
Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam meski dicium tangannya, akan tetapi itu jarang terjadi, dan apabila seperti itu maka itu tidak boleh dijadikan sebagai sunnah yang terus -menerus (dilakukan.pen).
2. Itu tidak menimbulkan takabburnya orang alim terhadap orang lain, serta menjadikannya sombong, sebagaimana kenyataannya yang terjadi pada beberapa syaikh.
3. Itu tidak berefek hilangnya sunnah yang telah diketahui, seperti sunnah bersalaman, sesungguhnya ini disyariatkan berdasarkan perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan ucapannya. Ini termasuk sebab rontoknya dosa-dosa orang yang bersalaman, sebagaimana ini diriwayatkan di beberapa hadits. Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah wa Syai'un min Fiqhiha 1/302
Imam An-Nawawi memberikan keterangan: Mustahab hukumnya mencium tangan laki-laki yang sholeh, zuhud, alim dan semisalnya (orang-orang ahli akhirat), adapun mencium tangannya karena kekayaan, dunia, kekuatan, kedudukannya bagi ahli dunia terhadap ahli dunia dan semacamnya maka ini sangat dimakruhkan. Dan Mutawalli mengatakan tidak boleh, ia mengisyaratkan keharamannya. Mencium kepala serta kaki sama seperti mencium tangan (hukumnya.pen).
Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab 4/636-637
Kami melihat bahwa pendapat syaikh Al-Albani mengenai kebolehan (dan bukan mustahab) mencium tangan dan syaratnya cukup kuat, dan kami mengambil faedah dari tulisan imam An-Nawawi dari sisi makruh atau keharaman mencium tangan atau kaki karena tujuan duniawi
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا السُّنَّةُ فِي الرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ يُسْلِمُ عَلَى يَدَيْ الرَّجُلِ قَالَ هُوَ أَوْلَى النَّاسِ بِمَحْيَاهُ وَمَمَاتِهِ
Aku mendengar Tamim Ad-Dari, ia berkata;"Aku berkata; 'Wahai Rasulullah! Perbuatan sunnah apa yang ada pada laki-laki dari ahli kitab yang bersalaman mencium tangan orang lain? '
Rasulullah menjawab: 'Ia adalah orang yang paling utama, di saat hidup dan matinya'."
(HR. Ibnu Majah: 2742)
http://www.salamdakwah.com/baca-pertanyaan/mencium-tangan-atau-kaki.html